Birokrasi Indonesia saat ini berada
dalam keaadan krisis. Hal ini terlihat dari korupsi yang tak kunjung tuntas
terselesaikan. Kita sendiri mengetahui, berbagai upaya dilakukan untuk menyelesaikan
masalah ini, mulai dari membuat undang- undang sampai membentuk Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Mengingat bahwasanya Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim
terbesar di dunia, seharusnya Indonesia dapat menjadi negara maju yang bebas
dari korupsi. Namun pada kenyataannya Indonesia masih berada pada deretan
negara berkembang yang tak luput dari tindak pidana korupsi.
Hal ini menjadi menarik untuk dibahas,
karena bila dikaji secara cermat dengan adanya reformasi birokrasi semua aspek
kehidupan bangsa dapat diperbaiki. Selain itu, langkah mereformasi birokrasi
merupakan langkah preventif untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi di
Indonesia. Dengan demikian tidak akan ada pro dan kontra memperdebatkan untuk
diberlakukan atau tidaknya hukuman mati terhadap koruptor di Indonesia.
Sebagai batasan masalah, penulis mencoba
untuk mengangkat reformasi birokrasi sebagai solusi dalam pemberantasan korupsi
di Indonesia. Makalah ini menggunakan metode tafsir maudhu’I dengan mengambil
ayat- ayat pilihan sebagai referensi utama, selain itu penulis pendekatan kebahasaan,
sejarah, dan hukum. Diharapkan dengan makalah ini akan tecipta tatanan
birokrasi yang sesuai dengan tutunan ajaran Islam, sehingga akan terciptanya
sistem pemerintahan yang baik (Good
Governance).
A. Pengertian
2.
Cara
bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dan
sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.
B. Al-Qur’an Memabahas
Reformasi
Beranjak
dari kata reformasi yang artinya melakukan perubahan dari bentuk yang lama ke
bentuk yang baru. Dalam hal ini penulis menekankan pada reformasi birokrasi
karena berbagai masalah yang muncul diakibatkan dari sistem birokrasi yang ada
pada saat ini memungkinkan untuk terjadinya pelanggaran- pelanggaran. Salah
satu contohnya adalah, kita mengetahui karena sistem birokrasi yang lemah
narkoba bisa sampai ke tangan narapidana yang berada dalam penjara tanpa
diketahui petugas. Hal ini menunjukan sistem yang sangat lemah. Dan ini
merupakan contoh kecil dan sangat meresahkan mayarakat. Apabila sebuah Lembaga
Pemasyarakatan yang dijaga dengan sangat amat ketat dapat dimasuki oleh
pelanggaran seperti ini bagaimana dengan komunitas- komunitas yang tidak dijaga
oleh aparat penegak hukum. Oleh karena itu dirasa perlu untuk melakukan
perbaikan agar tercipta sebuah sistem yang dapat mengayomi masyarakat.
Apabila kita terus menggunakan sistem yang seperti ini
maka kita akan terus menerus berada dalam keterpurukan, karena Allah SWT telah
menjanjikan bahwa Allah SWT tidak akan merubah keadaan suatu kaum sebelum kaum
tersebut yang merubahnya. Karena itulah diperlukan sebuah reformasi ke arah
yang lebih baik demi mencapai Indonesia yang baik pula. Dalam hal ini penulis
mencoba untuk memaknai kata refomasi sebagaimana diterangkan dalam Ar-Ra’du
ayat 11:
Bagi manusia ada
malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada
diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu
kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung
bagi mereka selain Dia.(Ar-Ra’du:11)
Dari ayat di atas jelaslah, bahwa
dalam perubahan nasib suatu kaum ada dua aktor yang berada di balik keduanya
yaitu, manusia itu sendiri dan Allah SWT. Pada ayat tersebut diterangkan bahwa
dalam melakukan perubahan (reformasi) tidak cukup dilakukan oleh satu, atau dua
orang saja, namun secara jelas Allah SWT menyatakan bahwa untuk melakukan
perubahan diperlukan kumpulan orang yang mempunyai tujuan yang
sama dan jelas untuk mewujudkan perubahan tersebut.
Ayat
di atas menyebutkan
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan
suatu kaum”, paling tidak ada dua ayat dalam Al-Qur’an yang membahas
perubahan dalam konteks perubahan sosial, yaitu ayat di atas dan surah Al-Anfal
ayat 53:
“Yang demikian
(siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah
sesuatu ni`mat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum
itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri”
Kedua ayat di atas sama- sama
berbicara mengenai perubahan, namun ayat pertama berbicara tentang perubahan
nikmat, sedangkan ayat kedua meggunakan kata maa/apa berbicara tentang perubahan
apapun, yakni baik dari ni’mat atau sesuatu yang positif menuju ke niqmat/
murka ilahi atau sesuatu yang negatif, maupun sebaliknya dari negatif ke
positif.
Ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi menyangkut
kedua ayat di atas. (Quraish Shihab.Tafsir Al-Misbah.Lentera Hati.2002.hlm 568)
Pertama, ayat- ayat tersebut berbicara
tentang perubahan sosial, bukan perubahan individu. Ini dipahami dari
penggunaan kata qaum/masyarakat
pada kedua ayat tersebut. Selanjutnya dari sana dapat ditarik kesimpulan bahwa
perubahan sosial tidak dapat dilakukan oleh seorang saja, oleh karena itu
dibutuhkan kekuatan sekelompok orang untuk melakukan perubahan tersebut.
Kedua, penggunaan kata qaum juga menunjukan bahwa hukum
kemasyarakatan ini tidak hanya berlaku bagi kaum muslimin atau suku, ras, dan
agama tertentu saja. Melainkan diperlukan kerjasama antar kelompok yang ada demi mewujudkan
kesejahteraan bersama.
Ketiga, kedua ayat tersebut juga berbicara tentang dua
pelaku perubahan yaitu Allah SWT dan manusia. Bagaimanapun manusia berusaha
namun Allah SWT tidak ridha, maka tidak akan terjadi perubahan. Oleh karena itu
untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, diperlukan usaha dan doa
dalam melakukan usaha.
Keempat, kedua ayat tersebut menegaskan bahwa, Allah SWT
akan merubah keadaan suatu masyarakat jika dimulai dari masyarakat itu sendiri.
Jadi pada intinya segala kebobrokan yang terjadi, mulai dari hal maling ayam
sampai pada hal korupsi sekalipun akan mudah teratasi bila setiap individu
memulai untuk perubahan yang lebih baik
Seperti yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya, bahwa
dengan adanya reformasi birokrasi yang dimulai dengan keinginan bangsa untuk
menjadi negara maju yang bebas dari tindakan korupsi dan keinginan untuk
menjadi bangsa yang Allah SWT limpahkan rahmat-Nya, maka tidak akan ada
tindakan- tindakan yang melanggar norma-norma yang berlaku. Dengan adanya
reformasi birokrasi maka tidak akan perdebatan untuk diberlakukan atau tidaknya
hukuman mati bagi para koruptor, negara tidak akan menghabiskan anggarannya
untuk mengusut kasus-kasus korupsi. Pada akhirnya, kasus korupsi tak kunjung
terselesaikan.
C.
Birokrasi Identitas Bangsa
Birokrasi mencerminkan akhlaq bangsa
dapat kita lihat pada diri bangsa kita
sendiri. Pelangaran- pelanggaran yang terjadi disebabkan oleh suatu sistem yang
tidak bagus sehingga memungkinkan terjadinya pelanggaran tersebut, sedangkan
sistem tersebut dibuat oleh orang- orang yang berada pada sistem tersebut. Hal
ini menggambarkan bahwa orang yang berada pada sistem tersebut merupakan orang
yang tidak dapat bekerja dengan baik.
Maka
sudah sepatutnya kita mulai merubah identitas menjadi bangsa yang berkarakter
agar Allah SWT merahmati bangsa ini. Sebagaimana terdapat dalam firman-Nya:
Jikalau sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.(Al-A’raf:96)
Kata lau/jikalau digunakan dalam arti perandaian
terhadap sesuatu yang mustahil /tidak mungkin akan terjadi. Ini berbeda dengan
kata idza/ apabila yang
digunakan untuk menggambarka perandaian bagi sesuatu yang diduga keras akan
terjadi. Penggunaan kata lau di sini menunjukan bahwa melimpahnya keberkatan untuk
penduduk negeri yang durhaka itu merupaka suatu hal yang mustahil. Kendati
demikian, ayat ini dapat juga dipahami sebagai mengisyaratkan salah sunnah
Allah SWT yang lain, yaitu Allah SWT akan melimpahkan aneka anugrah dan
keberkatan kepada penduduk negeri yang beriman dan bertaqwa. Sejarah Islam
menunjukan bahwa penduduk Ma’kah yang
durhaka kepada Allah SWT mengalami masa-
masa sulit bahkan paceklik selama tujuh tahun, sedang penduduk Madinah hidup
aman dan sejahtera di bawah bimbimgan Rasul SAW.
Kata adalah bentuk jamak dari kata, yakni aneka kebijakan
ruhani dan jasmani. kata
bermakna sesuatu yang mantap juga berarti kebajikan yang melimpah dan beraneka
ragam dan berkesinambungan. Keberkatan Ilahi datang dari arah yang seringkali
tidak diduga atau dirasakan secara material dan tidak pula dapat dibatasi atau
bahkan diukur Teks ayat ini dan ayat-
ayat lain yang berbicara tantang keberkatan Ilahi memberi kesan bahwa
keberkatan itu merupakan curahan dari
berbagai sumber, dari langit dan dari bumi melalui segala penjurunya. Dari sini
segala penambahan yang tidak terukur oleh indera dinamai berkah (Quraish
Shihab.Tafsir Al-Misbah.Lentera Hati.2002.hlm 185)
Dari surah Al-A’raf:96 dan surah
Ar-Ra’du:11 dalam hal reformasi birokrasi dapat kita cermati bahwasanya bangsa
kita memerlukan reformasi birokrasi untuk menjadi bangsa yang diharapkan
mendapatkan rahmat Allah SWT. Karena bila masih terdapat korupsi dalam suatu
negara mengindikasikan bahwasanya orang tersebut sedang tidak beriman. Oleh
karena itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat menjaga iman seseorang agar
selalu berjalan di koridor yang benar.
Firman
Allah SWT:
Sesungguhnya bagi kaum
Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah
kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan):
"Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah
kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan
Yang Maha Pengampun". (Saba’:15)
Kata
saba’ dapat berarti wilayah/ negeri sebagaimana yang ditunjuk oleh QS An-Naml,
dan juga dapat berarti kaum dan itulah yang dimaksud oleh ayat ini. Kerajaan
Saba’ berdiri pada abad VIII SM, pengaruh kekuasaanya mencakup Ethiopia dan
salah satu negeri yang terkenal saat itu, yaitu Ma’rib yang dikenal dengan
bendungannya yang sangat besar.
Sementara riwayat menggambarkan
kesuburan negeri itu, seingga seandainya pejalan kaki meletakkan keranjang di
atas kepalanya, niscaya sambil berjalan ia akan memenuhi keranjang itu dengan
aneka buah-buahan yang berjatuhan.
Kata thayyibah terambil dari kata thaaba yaitu sesuatu yang sesuai, baik dan
menyenangkan bagi subjeknya. Negeri yang baik antara lain adalah negeri yang
aman sentosa, melimpah rezkinya dan dapat diperoleh dengan cara yang mudah oleh
penduduknya, serta terjalin pula hubungan yang harmonis kesatuan dan persatuan
antar anggota masyarkatnya.
Firman Allah memeberi
isyarat bahwa satu masyarakat tak satu masyarakatpu yang luput dari dosa dan
kedurhakaan. Seandainya tidak demikian, maka tidaklah ada arti penyebutan
kalimat Rabbun Ghafuur . karena
itulah seharusnya kita selalu merubah dari yang buruk menuju keadaan yang lebih
baik lagi.
Maka jelaslah bagi kita, bahwasanya Allah SWT telah
mengisyaratkan kepada kita sebagai manusia, apabila ingin tetap maju kita harus
melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, dengan kata lain kita harus selalu
melakukan continous improvement (penigkatan
yang berkelanjutan). Dan hal ini kita rasakan pada sistem birokrasi kita yang
mulai bobrok karena ulah tangan- tangan yang tak bertanggung jawab. Dengan
adanya reformasi birokrasi diharapkan akan terciptanya Indonesia yang Good Governance.